Senin, 08 Oktober 2012

Fanfiction : THE STORY OF US #2

Cast :


Sebastien Lefebvre




Taylor Swift


Pierre Bouvier, David Desrosiers, Jeff Stinco, Chuck Comeau, Stuey.



_it’s not a mistake. It’s  a start_

            “Dude, kau dimana?” tanya Chuck pada Seb di telepon.
            “Aku baik – baik saja. Aku akan segera kembali,” balas Seb yang segera memutus sambungan telepon.
            David memandang Chuck, menunggu Chuck berbicara. “Dimana anak itu?” tanyanya kesal.
            “Dia bilang dia akan segera kembali. Entahlah, dia langsung mematikan sambungan telepon.”
            Jeff mengambil apel di atas meja dan duduk disebelah Chuck. “Tenanglah. Seb sudah dewasa. Dia pasti bisa menjaga dirinya,” ucapnya santai. “Mungkin dia sedang bersenang – senang dengan seorang gadis sekarang ini,” lanjutnya asal.
            “Jika itu benar, ia dalam masalah besar. Karena seharusnya dia mengajakku,” celetuk Pierre yang diikuti tawanya dan Jeff.
            Tak lama kemudian, Seb muncul. Dengan senyumnya yang riang, ia menyapa semua personil dengan gembira. “Hei semua! Hari ini yang cerah, bukan?”
            “Ya. Selain awan yang sedikit mendung, apa yang membuatmu begitu gembira, huh?” tanya David curiga. “Apa yang kau lakukan diluar sana? Kau tak ada dikamarmu pagi ini,” David menggeser duduknya dan memberikan tempat untuk Seb duduk disebelahnya.
            “Apa kau berjalan dalam tidurmu lagi?” tanya Chuck sambil memeriksa jadwal mereka hari ini.
            “Aku baik – baik saja. Aku hanya berjalan – jalan disekitar sini. Kalian tahu, suasana di Nashville sangat menyenangkan dan kita harus segera berjalan – jalan karena banyak sekali tempat wisata yang harus kita kunjungi,” Seb berbicara seakan ia warga setempat.
            Pierre tertawa kecil mendengar perkataan personil termuda itu. “Kau terdengar seperti guide, Seb. Baiklah, apa kita akan terus mengobrol disini sampai matahari terbenam?”
            “Ayo. Aku harus menghirup udara segar dan menyegarkan pikiran sebelum tampil,” ujar Jeff. Ia memakai jaketnya dan memimpin yang lain dengan semangat di depan, walaupun pasti nantinya ia akan bingung dan berkata ‘sebenarnya kita mau kemana?’.
            Di depan hotel sudah ada mobil yang siap untuk menemani perjalanan mereka. Tak ada supir maupun bodyguard. Bagi mereka, liburan adalah liburan. Tak perlu orang lain untuk menemani mereka pergi. Bahkan mereka pernah berjalan – jalan dengan skuter di Barcelona, tentu saja tanpa pengawalan.
            Chuck dengan kemeja putih dan celana pendek krem memegang buku yang berisi beberapa tujuan tempat wisata di Nashville dan memutuskan untuk tidak mau menyetir. Ia segera duduk di kursi depan, sebelah supir dan dengan tidak sabar menyuruh teman – temannya yang lain untuk bergegas. Jeff yang sudah bingung mau kemana begitu keluar hotel, tanpa berkata – kata masuk dalam mobil dan duduk manis di bagian tengah.
            “Kau yang menyetir,” perintah Pierre pada David.
            David menggeleng. “Tidak mau. Aku tak mau menyetir disamping Chuck. Hari ini dia sedang bersemangat, jadi pasti cerewet sekali,” elak David.
            “Aku tidak boleh menyetir. Aku baru saja meminum 2 gelas bir,” balas Pierre tak mau kalah.
            “Kau belum mabuk hanya dengan 2 gelas bir, kita semua tahu itu. Kau baru akan mabuk jika meminum 20 gelas. Jangan banyak alasan,” David mendorong Pierre.
            “Hei, hei, hei, hentikan. Aku yang akan menyetir. Tenanglah kawan – kawan,” kata Seb melerai kedua sahabatnya itu dan kemudian langsung menempati kursi pengemudi. Pierre dan David terdiam beberapa saat melihat tingkah tak biasa Seb dan akhirnya tersadar saat Chuck berteriak pada keduanya.
            “Ada banyak sekali tempat menyenangkan di Nashville. Lane Motor Museum, The Hermitage, Fontanel Mansion, Country Music Hall of Fame and Museum, Opryland Hotel Garden, Cheekwood Botanical Garden & Museum of Art, Radnor Lake State Park... Jadi, kemana kita akan pergi?” kata Seb panjang lebar sambil menjalankan mobil. Yang lain terdiam mendengar perkataan Seb.
Lagi – lagi, mereka melongo untuk beberapa saat karena prilaku Seb yang tidak biasa. Pertama, Seb adalah personil yang tak pernah absen bangun terakhir, apalagi jika ia tidur di atas kasur, dan hari ini Seb sudah tak ada dikamarnya saat akan dibangunkan. Kedua, Seb tak pernah mau menyetir dengan sukarela jika bukan karena dipaksa dan diancam David akan melempar Stuey dari atas gedung. Ketiga, ia tampak seperti sudah sangat mengenal Nashville karena dengan gaya sok tahunya, ia berbicara banyak soal tempat – tempat wisata di Nashville. Sementara Chuck masih bingung membolak – balik buku petunjuk wisatawan Nashville.
“Seb? Bagaimana kau tahu semua itu?” tanya Jeff curiga.
“Aku membaca dan seseorang memberiku saran soal tempat bagus disini. Kenapa? Apa ada yang salah?” balas Sebastien polos.
“Kurasa kau agak aneh hari ini. Kau agak... Berbeda. Iya kan, guys?” ujar Chuck sambil menoleh ke kursi belakang, meminta dukungan dari teman – temannya.
Pierre mengangguk setuju. “Iya. Aku tak pernah melihatmu bangun pagi sebelumnya,” Pierre melihat Seb yang tersenyum lebar melalui pantulan kaca spion dengan pandangan curiga.
“Moodku sedang sangat baik hari ini. Apa ini mengganggu kalian? Kata orang, mood yang baik akan menular pada orang disekitarnya. Apa mood kalian tidak berubah sama sepertiku?” jelas Seb.
“Aku tak mau tertular sepertimu yang tersenyum lebar selama perjalanan, Seb. Mengerikan,” David menyikut Pierre dan menunjukkan tatapan penuh tanya tentang apa yang terjadi pada Seb dan hanya dibalas Pierre dengan mengangkat bahunya.
Seb tertawa. “Baiklah kalau begitu. Kita ke Lane Motor Museum saja. Banyak mobil antik disana,” usul Seb. Chuck menutup buku panduannya dan menyingkirkannya karena sudah ada buku pedoman wisata Nashville berjalan di sebelahnya.
Ya, mood Seb sedang sangat bagus. Pertemuannya dengan Taylor membuatnya berbunga – bunga. Taylor bercerita banyak. Hal – hal yang tak pernah didengar Seb tentang Taylor akhirnya bisa diketahuinya. Gadis ini begitu menyenangkan. Apalagi gadis itu bilang ingin bertemu lagi dengannya sebelum Seb dan kawan – kawan tampil di Ryman Auditorium.
Hari berlalu sangat cepat, terutama bagi Seb. Mereka sudah mengunjuni Lane Motor Museum, RCA Studio B, dan The Hermitage. Seluruh personil tampak sedikit lelah, namun tidak dengan Seb. Masih dengan senyum lebar menghiasi wajahnya, ia mengendarai mobil dengan hati – hati.
Chuck yang sudah lelah mengomentari tingkah aneh Seb akhirnya mengabaikan Seb dan menyibukkan diri dengan twitter. Sedangkan yang lain duduk dengan tenang di kursi tengah mobil sambil tidur ayam. Chuck menegakkan duduknya sambil membaca twitternya dengan serius.
Seb meliriknya. “Serius sekali. Apa follower mu berkurang satu?” canda Seb.
“Bukan itu. Apa ini benar?” mata Chuck belum beralih dari layar Hpnya.
“Apa yang terjadi? Kau membuatku penasaran,” Seb berusaha melihat layar HP Chuck, namun sia – sia. Usahanya hanya membuat matanya sakit karena melotot sambil melirik.
“Sebastien Lefebvre kekasih baru Taylor Swift?” Chuck membacakan headline berita penuh tanya. Seb melotot terkejut mendengar apa yang dibaca Chuck. “Foto ini diambil pagi ini jam 6 di Nashville. Mereka bilang kau dan Taylor terlihat makan berdua di salah satu restoran. Apa ini benar kau?” Chuck melihat foto di layar Hpnya. Di foto itu hanya terlihat profil kanan Seb, tapi tentu saja wajahnya bisa dikenali. “Ya, ini benar kau, Seb.”
“Ap-apa maksudmu? Berita apa itu?” ujar Seb panik.
“Kita bicarakan ini di hotel,” sahut David dari belakang dengan wajah serius.
Seb menghela nafas panjang. Ia tak akan mengira kebetulan tadi malam akan membuat berita seperti ini. Untuk pertama kalinya di hari ini, Seb tak tersenyum. Ia melihat lurus ke depan, tak berani melihat spion karena ia akan bertemu mata serius David dan itu sangat tidak menyenangkan.
“Jadi, kau menghilang pagi buta karena bertemu dengan Taylor Swift? Sejak kapan kau berhubungan dengannya?” tanya Chuck penasaran setelah mereka semua berada dalam kamar.
“Seb dan Taylor Swift? Ada apa ini?” tanya Jeff bingung karena ia tidur sepanjang perjalanan pulang ke hotel. Pierre yang juga tidur saat perjalanan memilih diam dan memperhatikan.
David duduk di tengah sofa panjang dan mengisyaratkan Seb untuk segera bercerita. Entah kenapa pandangan David membuat Seb tidak berani duduk dan malah berdiri di depan mereka semua.
“A-aku tidak tahu hal ini akan terjadi. Aku baru bertemu dengannya pagi ini, sungguh!” pekik Seb.
“Kalian baru bertemu?” David mengamati foto itu dengan seksama. Jeff dan Pierre segera merebut HP David untuk melihat fotonya dan ber-oh secara bersamaan.
“Ya! Percayalah padaku. Kami hanya makan dan mengobrol. Oh astaga, kenapa bisa ada paparazzi di tempat seperti itu?” Seb meremas tangannya. “Oh ayolah, kalian harus percaya padaku. Itu pertama kalinya aku bertemu Taylor Swift.”
David maju menghampiri Seb dan menepuk punggungnya sambil tersenyum lebar. “Hebat Seb! Aku kira kau tak akan mampu berbicara dengan Taylor saat bertemu dengannya.”
Dengan mulut menganga, Seb melihat ke arah David. Personil yang lain malah menyoraki Seb. “Astaga, kawan – kawan. Kukira kalian marah,” ujar Seb lemah.
“Awalnya. Kami mengira kau dan Taylor Swift berpacaran dan kau tak mengatakannya pada kami. Apalagi kau memang sering menghilang sebelum tour ini. Pierre selalu bilang kau sedang berkencan dengan seorang wanita,” jelas David.
“Ups, my bad. Kurasa aku hanya asal bicara saja saat itu,” sahut Pierre sambil tersenyum jahil.
“Guys, sebelum tour aku sedang merenovasi rumah, tentu saja aku sering menghilang dari studio,” ujar Seb lega. “Kalian benar – benar membuatku kaget.” Sebastien menggeleng tidak percaya dan duduk diantara David dan Jeff.
“Lalu, apa saja yang sudah terjadi diantara kalian berdua?” goda Jeff.
“Kami hanya mengobrol,” jawab Seb singkat.
“Benar hanya mengobrol? Begitukah efek mengobrol dengan Taylor? Bisa membuat otakmu bergeser dan tersenyum sepanjang hari,” Chuck ikut menggoda personil termuda itu.
“Haha. Lucu sekali, Chuck. Aku serius. Oke, sekarang aku lapar dan aku mau makan,” Seb bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar.
Mereka berlima akhirnya memutuskan untuk makan di restoran hotel. Jeff yang selalu memesan menu yang sama –spaghetti- dimanapun, sekarang pun memesan menu andalannya itu. Pierre memutuskan untuk memakan salad karena celana yang digunakannya sudah cukup sempit. David, masih dengan menu sehatnya. Ia meminta pada chef yang bertugas untuk membuatkan menu sesuai keinginannya dan jus sayur buah kesukaannya. Serta dua personil lainnya yang tak punya kebiasaan aneh dalam selera makan, memakan makan malam mereka dengan tenang.
Tak selang beberapa lama setelah mereka selesai makan, Pierre mengajak sahabat – sahabatnya untuk mengunjungi bar di tengah kota. Tentu saja Pierre tak akan menyia – nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan gadis Nashville yang cantik nan seksi. Jeff dan David tentu saja menyambut ide Pierre dengan riang gembira.
“Aku tidak ikut. Aku mau tidur saja,” ujar sang drummer sambil memijat lengannya menandakan bahwa ia lelah.
“Aku juga,” Seb berdiri dan mengekor dibelakang Chuck.
“Baiklah, ayo kita tinggalkan 2 pria membosankan ini,” ejek Jeff bercanda yang ditanggapi Pierre dan David dengan kekehan.
Chuck hanya melengos dan Seb sama sekali tak mendengar perkataan Jeff. Ia sedang berpikir. Ini baru pertemuan pertamanya dengan Taylor Swift, sekedar makan malam, tapi paparazzi sudah berhasil mengambil foto mereka. Memang, Taylor adalah salah satu selebriti yang tak pernah sepi dari kejaran wartawan serta paparazzi. Gerak – geriknya selalu diawasi oleh pengejar berita. Tidak seperti Seb yang merupakan bagian dari sebuah band. Pengejar berita tidak terlalu tertarik dengannya. Dan Seb yang memang tidak terlalu suka kehidupan pribadinya terlalu dipublikasikan sangat mensyukuri keadaan ini.
Melihat ke belakang, hampir seluruh kehidupan Taylor Swift terekspos media. Beberapa lelaki yang menjadi pacarnya akhirnya ikut – ikutan menjadi kejaran para awak media. Bukan maksud Seb terlalu percaya diri bahwa ia akan menjadi kekasih Taylor Swift, tapi siapa sih yang tidak mau jadi kekasih The Flawless Queen? Seb hanya memikirkan beberapa kemungkinan jika nantinya ia menjadi kekasih Taylor. Itulah bagian yang tidak menyenangkan. Fakta bahwa kekasih Taylor Swift akan menjadi incaran media.
“Kau tidak akan melakukannya,” ujar Chuck membuyarkan lamunan Seb. “Kau tidak akan ikut masuk ke kamar ku, kan?” lanjutnya. Seb tersadar, daritadi ia mengikuti Chuck dan sekarang ia sudah ada di depan kamar Chuck.
“Oh astaga, tentu saja Chuck. Maafkan aku, aku sedang berpikir,” Seb menggaruk kepalanya dan membuat rambutnya sedikit berantakan.
“Soal foto itu? Tampaknya kau mulai menjadi incaran media. Bicarakan hal ini dengan Swift,” saran Chuck sambil membuka pintu kamarnya.
“Apa yang harus kubicarakan soal foto itu? Dia bahkan tak tahu soal ini.”
Chuck terdiam sejenak. “Entahlah. Kau bisa katakan padanya bahwa kau mencintainya,” ucap Chuck asal dan kemudian langsung menutup pintu kamarnya. Meninggalkan Seb yang tertawa kecil karena ucapan randomnya.
“Oh Stuey, apa yang harus kulakukan? Lihatlah dirimu, badanmu makin gemuk. Kerjamu pasti hanya makan dan tidur seharian ini,” Seb membelai sayang anjingnya yang baru datang siang ini dari dokter hewan. “Kau mau jalan – jalan bersamaku? Mungkin kau akan masuk berita juga,” lanjut Seb sambil tertawa.
Seb membuka Hpnya dan kembali menelusuri internet. Taylor tampaknya memang dikelilingi paparazzi. Bahkan siang ini saat ia berbelanja di pusat perbelanjaan pun ada yang mengambil fotonya. Di foto itu Taylor yang mengenakan t-shirt putih lengan panjang dan rok hitam tampak asik mendorong troli. “Apa aku harus menelponnya? Stuey, bagaimana pendapatmu? Dia tidak berkomentar apa – apa soal foto itu,”Seb meminta pendapat pada anjingnya. Namun Stuey hanya menjulurkan lidahnya dan bermain sendiri. “Menurutmu begitu? Baiklah, aku akan menelponnya.”
Sebelum Seb berhasil menemukan nomer Swift di kontak Hpnya, tiba – tiba Hpnya berdering. Taylor Swift calling. Dengan sedikit kelabakan, Seb mengangkat telponnya. “Ha-halo?”
“Seb?” suara Taylor terdengar jelas.
“Ya. Hai... Apa kabar?” tanya Seb. Seb memukul kepalanya sendiri karena mengajukan pertanyaan bodoh.
Taylor terdiam beberapa detik. “Hai. Aku baik – baik saja. Begini, aku ingin minta maaf. Ada foto kita saat makan malam kemarin. Aku tak tahu ada paparazzi. Harusnya aku dengarkan Grant untuk selalu mengajak bodyguardku, tapi aku ingin keluar sendiri malam itu. Aku-“
Seb memotong kata – kata Taylor. “Tay, sudahlah. Ini bukan salahmu. Tak apa,” ujar Seb lega Taylor baik – baik saja. “Kau pasti merasa tidak nyaman dengan pemberitaan itu.”
“Tidak, tidak. Apa kau merasa tidak nyaman? Apa seseorang salah paham karena pemberitaan ini?” tanya Taylor agak khawatir.
“Kalau maksudmu, ada seseorang yang marah padaku karena kau dikabarkan berpacaran denganku, tidak. Tidak ada. Kau?”
“Ten-tentu saja tidak,” jawab Taylor singkat dan kemudian suasana jadi agak canggung.
“Mm, Taylor, apa kau ingin bertemu Stuey? Anjingku yang aku ceritakan itu,” Seb segera mencari pembicaraan baru.
“Stuey? Tentu saja aku mau,” jawab Taylor dengan segera. “Dia sudah kembali?”
“Ya, pagi ini dia kembali dari dokter hewan. Oh, Stuey sedang melihatmu di TV sekarang. Dia bilang ia ingin bertemu denganmu juga. Kau dengar apa katanya? Stuey bilang kau sangat cantik.” Stuey memang sedang melihat video musik Taylor dan ia diam memperhatikan TV itu.
Taylor tertawa dan membuat Seb tersenyum lebar mendengar tawanya. “Sekarang?”
Seb bangkit dari tempat duduknya. “Kalau kau tak keberatan. Aku ingin bertemu... Maksudku, Stuey ingin bertemu denganmu.”
Tak ada jawaban dari Taylor. Seb menggigit bibir bawahnya. “Baiklah. Dimana?” kata Taylor akhirnya.
Seb hampir saja berteriak kegirangan, ia hanya melompat dan membuat Stuey terlonjak kaget. Pria bermata biru ini sadar bahwa ini baru permulaan, masih bagian awal dari cerita mereka.


...to be continued...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar